Bedah Buku Negeri Cretasius di Taman Budaya Yogyakarta



Diskusi Buku "Negeri Cretasius"
Penulis Anak Tak Miliki Akses

MENYEBUT Nama penulis cilik di Yogyakarta, atau bahkan di Indonesia, pada saat ini bukan hal yang mudah. Buku-buku anak-anak yang rnemang ditulis oleh kalangan mereka sendiri pun juga tidak banyak.

Padahal sebenarnya jumlah penulis anak di Kota Pelajar ini lumayan banyak yang mencapai 30 anak. Namun minimnya wa¬dah menulis untuk mengem-bangkan potensi menulis mere¬ka seringkali jadi kendalanya.

"Akses penulis anak-anak ke penerbit juga masih minim karena mereka memang tidak mengetahui informasi tersebut. Padahal mereka banyak yang bisa menghasilkan buku-buku yang menarik," papar Sekretaris Ikatan Penerbit Indonesia (IKA¬PI) DIY, Sholeh UG dalam disku¬si buku "Negeri Cretasius" karya penulis anak Ghyvari, siswa kelas VII SMP Muham¬madiyah 2 Jogja di Taman Buda-ya Yogyakarta (TBY), Kamis (21/ 1).

Menurut Sholeh, kalau pun ada lomba-lomba menulis bagi anak, kebanyakan berhenti pada kegiatan itu saja. Hasil tulisan anak-anak jarang yang kemu¬dian diterbitkan untuk meng¬apresiasi dan mengembangkan bakat dan potensi mereka lebih optimal.

Sementara kalau diterbitkan, seringkali penerbit meminta anak-anak menulis dalam format bacaan sesuai pasar orang dewasa. Mereka tidak dibebas¬kan menulis novel sesuai logika dan alur berpikir dunia anak¬anak. "Padahal bisa saja dengan penulisan yang disesuaikan dengan logika anak-anak yang mungkin tidak terstruktur menurut penerbit atau orang dewasa lainnya justru akan lebih komu¬nikatif bagi anak-anak lain yang membacanya. Toh pasar yang dipilih untuk buku anak-anak khan ya anak-anak itu sendiri," jelasnya.

Karma itu ke depan diharap¬kan penerbit bisa lebih memberi kebebasan bagi anak-anak un¬tuk mengeksplorasi bakat menu¬lis. Sehingga akan lebih banyak buku-buku anak yang akan diterbitkan.

"Diharapkan dengan mem¬baca buku anak-anak, anak-anak lain bisa mengatakan mereka pun bisa mernbuatnya karena buku-buku itu bisa dipahami sesuai logika mereka," ujarnya.
Sementara Ghyvari menje¬laskan, proses pembuatan no¬velnya itu hanya membutuhkan waktu enam bulan sejak dia masuk SMP pertama kali. Ghy¬vari menuangkan ide-ide khaya¬lannya sebelum menjelang tidur setiap harinya.

Inti cerita novel yang diter¬bitkan Navila setebal 146 halaman itu tentang petualangan dan perjuangan akan perda¬maian dan persahabatan. Ide cerita itu berasal, dari berbagai novel dan komik yang pernah dibacanya sejak kecil.

"Tokohnya Raja Piko, Tuan Fokuraba, Ari, Heru, Tuan Kumali di negeri sihir yang berjuang bersama-sama mela¬wan manusia pasir dan Pulung yang jahat," ujarnya. (ptu)
(Dikutip dari BERNAS JOGJA, Jumat Kliwon 22 Januari 2010)